Pilih Laundry Self Service atau Drop Off ?

“Aku bisa masak, tapi itu bukan passionku” 

“Aku gak bisa masak. Aku bersyukur banget suamiku gak memaksaku untuk masak sarapan, makan malam dan lain-lain,” 

Tadi pagi muncul cuplikan percakapan dua orang artis, di berandaku. Cuplikan tersebut kembali dibagikan oleh konten kreator yang memang selalu membahas dunia ibu rumah tangga, biasa. Bukan yang dari kalangan artis atau ibu rumah tangga yang punya full support system. 

Misalnya seperti aku yang menyerahkan urusan masak sepenuhnya ke ibu. Alasannya karena ada anak paling kecil yang masih nempelin kemana-mana. Ibu dan suami sama-sama sepakat, bahwa aku harus fokus pada anak. Yang lain nomer sekian. 

Kegiatan lain seperti mencuci dan setrika misalnya, saat hamil sampai anak usia 1 tahun mencuci banyak dilakukan ibu. Dan menyetrika aku serahkan pada pihak ketiga, alias laundry. 

Sayangnya untuk orang yang passionnya (halah) menyetrika sepertiku, kembalinya baju-baju dari laundry tidak terlalu memuaskan. Biasanya masalah yang diterima orang-orang setelah menyetrika dari laundry adalah lipatan ukuran baju yang terlalu panjang, tidak sesuai dengan kondisi lemari di rumah. Baju-baju masih kusut. Bukan karena pihak laundry yang tidak licin menyetrika, tapi saat baju-baju tersebut sudah dalam plastik packingan, ditumpuk-tumpuk malah sering bikin baju kusut. 

Dalam 3 kali siklus kehamilan, aku mencoba 4 tempat laundry yang berbeda. Yang paling parah adalah khimar-khimarku terlihat di setrika, tapi jelas tidak. Bagaimana tuh? Menyetrika khimar jenis French Khimar (FK) memang sedikit susah. Apalagi yang tidak terbiasa melihat atau menggunakannya. Bagian jahitan FK berada di sisi kanan dan kiri. Berbeda dengan khimar kebanyakan. Lucunya, tali FK milikku masih menggumpal di bagian dalam. Sehingga saat dibuka sangat jelas terlihat lecek di bagian wajah dan padnya. Awalnya aku mencoba memaklumi. Tapi kejadian tersebut sampai 3 kali. Yang membuatku yakin untuk tidak kembali adalah tetangga sebelah rumah yang juga melaundry di tempat yang sama, kehilangan celana jeansnya yang seharga 500 ribu. Wow! Menurutku tempat laundry tersebut tidak layak untuk dipertahankan. 

Kesedihan lain dari laundry adalah lipatan rok sekolah Cinta yang malah tidak berbentuk. Padahal setiap aku menyetrika sendiri, lipatan-lipatan rok selalu kurapikan dan ku setrika dengan telaten. Jadi saat kembali dari laundry, lipatan-lipatan tersebut malah lenyap. Huhuhu! 

“Yah, namanya juga diserahkan ke pihak ketiga. Ekspetasinya jangan ditinggikan. Yang penting pekerjaan tersebut bisa dikerjakan. Gak bikin sayang kerepotan mengatur waktu,” kata suami mencoba meredakan kekesalanku. 

Laundry koin atau laundry self service saat ini sudah menjamur. Sudah sejak lama aku mencoba mencari tahu dari beberapa teman yang menggunakannya. Dari review mereka, pilihan laundry self service ini sangat cocok untuk orang yang tidak suka menyetrika atau mau menyetrika pakaiannya sendiri. 

Sayangnya kesempatan menggunakan laundry tidak juga ku ambil. Apalagi ibuku masih merasa tidak yakin dengan laundry self service. Kekhawatiran ibuku sebenarnya ada pada proses pengoprasian mesin cuci dan malu karena ingin mencuci pakaian dalam. 

Setelah lebih dari seminggu air PDAM tidak mengalir, aku kembali mengutarakan niat untuk laundry self service. Aku mencari tempat laundry yang cukup luas dan tidak jauh dari sekolah anak-anak. Sebenarnya di dekat rumah juga ada, tapi selalu ramai. Selain itu jarak antara kursi tunggu dan mesin hanya 1,5 meter. Jadi terasa penuh saat ramai pengunjung. 

Ternyata laundry self service tidak membingungkan sama sekali. Petugas dengan ramah menjelaskan apa yang harus kami lakukan. Bagaimana proses pengoprasian mesinnya? Ternyata mereka menggunakan aplikasi khusus untuk pengerjaanya. Tugas kita hanya memasukan pakaian, sabun dan pewangi serta memindahkan cucian saja. Ha-ha. Mudah sekali bukan. Setelah dihitung-hitung biaya laundry self service malah jauh lebih murah. 

“Tapi kan kalau setrika di laundry udah terima beres,” kata suami memberika pertimbangan lain. 

“Iya, tapi buat yang suka menyetrika, pasti pilih setrika sendiri aja. Toh baju-baju bahan tertentu malah enak, gak perlu disetrika,” jawabku. 

Sejak saat itu, ibuku malah senang jika kami harus melaundry self service. 

“Kenapa gak dari dulu ya de. Capek-capek kita numpang di rumah mbak Ika. Eh ternyata di sini gak cuma cepat selesai, tapi juga langsung kering,” kata ibu. 

Kalau kamu tim laundry full service atau self service?

5 tanggapan untuk “Pilih Laundry Self Service atau Drop Off ?”

  1. So far masih pakai laundry biasa, kalau lagi gak nyuci sendiri. Di apartemen tempat saya tinggal sebenarnya juga ada laundry self service, pengen nyoba juga karena penasaran, tapi belum jadi-jadi hehe. Biasanya (most of the time) sih cuci sendiri (manual, tanpa mesin cuci), jarang nyetrika krn kebanyakan baju-baju saya dan suami jenisnya ga begitu butuh disetrika

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Riska Fikriana Moerad Batalkan balasan