“Kamu lagi sedih terus baca buku ini……”
T_T
Video reels tersebut muncul di berandaku beberapa waktu lalu, dari akun Gramedia MT Haryono Balikpapan. Aku melihat, talentnya memegang novel dengan judul Sisi Tergelap Surga. Hmmmm.
Sebelumnya, aku sudah sering melihat cuplikan cover novel tersebut di Gramedia Digital. Hanya saja judulnya membuatku ragu untuk membacanya. Tapi karena postingan reels, akupun membeli buku versi ebooknya di Gramedia Digital.

Membeli buku karena judul tanpa melihat penulisnya, itulah aku. Membeli buku karena ngefans sama penulisnya, ya itu juga aku. Ha-ha
Novel fiksi ini, bukan hanya menceritakan kisah satu orang. Tapi hampir satu kampung! Iya satu kampung. Sebuah perkampungan miskin di sudut kota Jakarta. Hampir seluruh warganya warga miskin. Semuanya sibuk bertahan hidup. Bukan untuk beberapa hari, tapi satu hari. Pendapatan hari ini, untuk makan besok. Begitu seterusnya.
Semua warga punya keinginan besar untuk hidup bahagia dan berkecukupan. Tapi selalu saja ada halangan dan rintangan yang membuat mereka semua melakukan banyak kejahatan.
Dari semua dosa yang mereka lakukan, warga di sini punya satu kesamaan. Mereka mencoba melakukan hal baik. Yang ternyata berdampak di masa depan.
Masing-masing warga, punya kisah sedih yang bikin hati rasanya diremas-remas. Sebentar sedih, sebentar marah dan sebentar bahagia. Eh, bahagiannya bentar aja lho. Habis bahagia, ada aja yang bikin sedih lagi.
Satu cerita yang menurutku paling menyedihkan adalah kisah Pak Badut. Pak Badut memiliki tiga anak perempuan yang ceria dan baik hatinya. Ibu mereka, memilih untuk pergi meninggalkan Pak Badut dan anak-anaknya karena perekonomian yang jauh dari kata layak.
Meski sedih ditinggal istrinya, Pak Badut tidak pernah menelantarkan anak-anaknya. Setiap hari, ia mengenakan kostum ayam untuk mengais rezeki. Anak-anaknya, juga mengerti perjuangan bapaknya. Mereka belajar giat. Karena Pak Badut ingin anak-anaknya bebas dari kemiskinan. Dan menurut Pak Badut, caranya adalah dengan belajar yang tekun, agar cita-cita mereka bisa tercapai.
Walaupun sangat miskin, Pak Badut selalu rajin beribadah. Menurutnya, pada siapa lagi ia bisa berkeluh kesah selain pada Tuhan.
Saat salah satu anaknya membutuhkan seragam baru dan Pak Badut menjanjikan membelikannya, Ratih malah meminta bapaknya untuk menggunakan uang tersebut untuk keperluan yang lain.
Saat Pak Badut berkata,
“Tunggu ya Nak, Bapak yakin rezekimu sedang dalam perjalanan. Tuhan itu baik. Waktunya selalu tepat. Kita coba nikmati yang kita punya dulu. Mungkin susah rasanya untuk bahagia ketika kita sedang kekurangan, tapi disitu ujiannya. Kita cuma butuh sabar. Sabar ya Tih…”
Aku yang membaca ini sambil menikmati emosi marah, mendadak berubah menjadi emosi sedih. Hiks-hiks.
Yang membuat Ratih selalu tegar adalah saat ia mulai merasa lelah, ia tahu benar kalau Bapaknya jauh lebih lelah mencari nafkah untuk dia dan adik-adiknya.
Satu cerita lain yang cukup mengena, tidak panjang dan tampak seperti cerita tambahan. Yaitu mengenai Tante Batak, yang sering muncul di banyak cerita. Tante Batak sangat rajin memberi makan kucing-kucing liar. Ternyata yang ia lakukan karena pesan dari almarhum suaminya, yang memintanya untuk selalu memberikan kucing-kucing liar. Tidak perlu setiap hari. Seminggu sekali, sudah cukup.
Di akhir surat wasiatnya sang suami menuliskan,
Menangislah secukupnya. Berkabunglah sepuasnya. Setelah itu, jatuh cintalah lagi. Karena aku tidak ingin kau hidup kesepian.”
Nangis lagi dong aku!
Sebagai tim happy ending, aku bersyukur di akhir cerita muncul banyak kebahagian.
Judul Buku : Sisi Tergelap Surga
Penulis : Brian Krisna
Halaman : 308
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tanggal Terbit : 25 Maret 2024
Harga Ebook di Gramedia Digital : Rp 79.000,-