Tanjakan Patah Hati – C.Samudera , Jika Saja Pagi Bertahan

Tentang cinta, takdir, dan waktu yang tak pernah benar-benar adil

Sebagai tim happy ending garis keras, aku sungguh kesal dengan akhir ceritanya. Bukan semata karena kisah ini tidak berakhir bahagia—tapi karena rasanya… MASIH BISA DILANJUTIN WOY! Serius. Tanganku gatal ingin nyeret penulisnya sambil bilang, “Ini belum selesaiii!”

Pagi Ayub Bahtera jatuh cinta pada seorang gadis bernama Chalanthee. Usia mereka terpaut tiga tahun—Pagi lebih muda. Bagi banyak orang, jarak itu saja sudah cukup untuk meragukan. Ditambah lagi, keduanya hidup dalam ikatan adat istiadat yang begitu kental, yang membuat hubungan ini terasa mustahil sejak awal. Seolah semesta sendiri berkata: jangan.

Tapi sebagai pembaca yang sudah terlanjur sayang, aku cuma bisa bilang: aku mau maksa. T_T

Pagi mencintai Chalanthee dengan caranya sendiri, begitu pula sebaliknya. Hari-hari Chalanthee yang sebelumnya penuh duka, perlahan berubah menjadi lebih berwarna sejak kehadiran Pagi. Ada tawa, ada rasa aman, ada bahagia kecil yang terasa nyata.

Kalau saja Pagi dan Chalanthee bertemu lebih awal, mungkin dunia Chalanthee tak akan sesakit itu. Namun berbeda dengan Chalanthee, Pagi justru menyadari bahwa semua yang terjadi adalah takdir. Ia tidak menyesali masa lalunya, sebab apa yang ia miliki saat ini—meski singkat—adalah anugerah yang luar biasa.

Chalanthee sendiri bukan gadis sembarangan. Sejak kecil ia adalah sosok idola: tahu cara menjaga diri, menjaga jarak, bahkan enggan terlalu akrab dengan teman laki-laki. Tapi bersama Pagi, semua tembok itu runtuh. Ia bisa tertawa lepas, bersenda gurau, dan menjadi dirinya sendiri.

Di buku ini, Pagi digambarkan sebagai laki-laki macho, dingin, penuh perhatian, sedikit urakan, dan… perokok. Idih. Iya, aku tahu. Itu karakter khayalan favoritku sejak pertama kali bisa baca novel. toyor diri sendiri pelan tapi penuh kesadaran.

Dari sekian banyak cerita buruk tentang Pagi, Chalanthee tidak serta-merta percaya. Apa yang ia alami sendiri bersama Pagi terasa tulus dan menyenangkan. Mungkin benar kata orang, saat jatuh cinta, segalanya tampak indah. Terlalu indah, bahkan, untuk dicurigai.

TAPI DASAR COWOK!!! ARRRGGGGHHH!!!!

Dan inilah yang langka: aku menyimpan kekesalan pada sosok Pagi selama dua hari penuh. Dua hari! Biasanya marahku cuma bertahan beberapa menit, tapi kali ini tidak.

Mungkin novel ini memang tidak berjalan sesuai prediksiku.

Atau mungkin… hatiku yang terlalu berharap pada akhir bahagia yang seharusnya bisa diperjuangkan.

Dan ya, sampai sekarang aku masih percaya: cerita ini belum selesai.

Tinggalkan komentar